- Home >
- Tugas Karya Ilmiah Lingkungan Bisnis (1) >
- Peluang Bisnis Animasi Di indonesia
Posted by : Unknown
Jumat, 04 Maret 2016
KARYA ILMIAH
LINGKUNGAN BISNIS
”PELUANG BISNIS
ANIMASI DI INDONESIA”
Oleh :
Nama : Muhammad Indrayadi Rhamadhan
NIM : 15.11.8651
Jurusan : S1-Teknik Informatika
STIMIK “AMIKOM” YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2015/2016
ABSTRAK
Kondisi Industri animasi di Indonesia
pada saat ini, sungguh lah sangat memperihatinkan, padahal sebenarnya produksi
animasi para animator–animator Indonesia sudah lumayan banyak dan juga beragam,
tetapi kondisi ini diperparah karena murahnya harga beli oleh televisI
nasional, sehingga para animator lebih memilih menjual hasil produksinya ke
luar negeri.
Di Indonesia animasi belum
terrealisasi secara sempurna, bahkan animasi seperti halnya film kartun yang
ditayangkan di televisi Nasional di dominasi oleh film - film kartun asing
seperti kartun dari Amerika Serikat dan Jepang.
Sebenarnya peluang bisnis animasi di Indonesia sangatlah besar, karena animasi bukan hanya dipakai dalam film kartun saja, melainkan bisa juga dipakai dalam iklan, atau pun dalam pembuatan film untuk membuat trik yang tidak bisa diperankan oleh manusia pada umumnya ataupun hewan, agar film lebih menarik dan laku.
ISI
I. PENDAHULUAN
Dalam beberapa tahun terakhir, industri
Animasi dalam negeri belum berkembang secara maksimal tetapi baru animasi dari
amikom aja yang mulai terkenal berjudul "Battle of Surabaya". Meskipun
karya animasi sudah layak tampil di layar kaca untuk keperluan iklan komersial
atau memenuhi kebutuhan trik dalam film “live” yang tidak bisa diperagakan para
pemain film.
Hasil karya animasi juga belum
dikemas dalam bentuk industri, karena pemilik produksi masih menempatkan
animator sebagai tenaga kerja outsourching saja.Padahal pertumbuhan televisi
swasta nasional dan berkembangnya pemirsa televisi harusnya dapat meningkatkan
karya animasi lokal.
Kenyataannya hampir seluruh film
animasi yang ditayangkan mayoritas masih buatan asing. Selain keperluan
televisi,keterampilan membuat animasi dibutuhkan juga untuk mencipta permainan
(game), baik “game online” (biasanya berjenjang tingkat kesulitannya dan
berkesinambungan dan membuat kecanduan pemainnya), maupun “arcade” (permainan
pendek dan cepat). Karya ini justru diminati oleh masyarakat luas,bisa sebagai
hiburan atau mendatangkan uang.Karya animasi lokal yang belum maksimal bagi
animator disebabkan tidak adanya dukungan dari pemangku kepentingan pada film animasi
nasional. kondisi ini diperparah juga dari murahnya harga beli stasiun televisi
nasional yang menjauhkan mimpi animator untuk memperoleh keuntungan yang besar.
II. PEMBAHASAN
Karya animasi nasional yang belum
maksimal ini, perludicermati akar
permasalahannya.Tidak bisa menyalahkan
para penggunanya, misalnya ke stasiun televisi.Beberapa faktor yang menghambat,
antara lain :
Pertama, Creative
Engine, untuk motivasi berkarya tidak
semata-mata hanya karena ada pesanan atau jika dibayar. Melainkan motivasi dalam
melahirkan karya akan kecintaannya terhadap profesinya.
Kedua, Soft
Competition, seperti kerja tim dan penggunaan
bahasa. Ini penting agar industri tidak terpecah belah dan mudah melepaskan
diri dari kelompok untukmembentuk studio baru.
Ketiga,Packaging,
Pemasaran, dan Distribusi. Banyak produk
animasi tidak terjual sehingga tidak mendapatkan pemasukan dari menawarkan
karya itu ke media elektronik.
Melihat faktor-faktor tersebut tampak
industri animasi nasional belum terstruktur dengan baik. Sehingga daya tahan
hidup kelompok industri animasi hanya sementara saja. Artinya, profesi animator
hanya disandang ketika mengerjakan pesanan animasi. Setelah proyek selesai,
profesinya berganti sebagai pedagang, pramuniaga, atau profesi lainnya, sambil
menunggu panggilan kerja di instansi swasta atau pemerintaan.
Kondisi ini, jika dikaitkan dengan
besarnya biaya produksi yang menghabiskan minimal Rp 400 juta per 13 episode (1
blok) dapat membuat bangkrut keuangan para animator. Bahkan, sedikit sekali animator
yang mampu membangun animasi sebagai industri kreatif meskipun hasilnya bisa mencapai
miliaran rupiah per film.
Kemandirian produksi yang belum terjadi
pada film animasi lokal, menjadikan profesi animator belum dipercaya sebagai media
berekspresi sekaligus sebagai profesi. Mencipta karya juga perlu dukungan
teknologi yang memadai. Tak banyak animator mampu memiliki teknologi maju
karena membutuhkan investasi yang besar. Sebab teknologi yang mumpuni dapat
menekan biaya produksi animasi. Itu sebabnya sistem produksi yang dibangun
tidak terjadi, bahkan animator lain dianggap sebagai kompetitor.
- Dan Mahasiswa Stimik Amikom : Septia Kholid Wibisono.
Referensi
- Dikutip dari : Artikel "My Knowledge": Judul : "Bangkitkan Animasi Lokal" (Peluang Bisnis Animasi di Indonesia). Oleh: andriv,Diterbitkan: 6 febuari 2010.- Dan Mahasiswa Stimik Amikom : Septia Kholid Wibisono.